Aliran filsafat pendidikan modern
A. ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN
MODERN.
Dalam filsafat pendidikan modern terdapat beberapa
aliran, yaitu : aliran Progressivisme, Esensialisme, Perensialisme, dan
Rekonstruksionisme.[1]
1.
Aliran Progressivisme.
Merupakan aliran yang berasal dari filsafat
pragmatisme yang dikembangkan oleh William James ( 1842 – 1910 ) dan John Dewey
( 1859 – 1952 ). Aliran ini mengakui kehidupan yang selalu dinamis dan tidak
mutlak. Kehidupan selalu mengalami perubahan dan tidak stagnan. Manusia selalu
berusaha agar bisa terus bertahan hidup dan memecahkan masalah dalam hidupnya.
Aliran ini juga memandang segala sesuatu dari segi kegunaannya.
Aliran filsafat progressivisme serupa dengan
pragmatisme. Dalam bertahan hidup manusia selalu mempertimbangkan kemaslahatan
dan kemanfaatan dari segala sesuatu. Sehingga progressivisme memandang
nilai-nilai akan selalu terus berkembang dan tidak ada otoriterisme dalam
segala hal. Aliran progressivisme menempatkan hak asasi manusia dan nilai
demokratis dalam posisi yang tinggi.
Aliran progressivisme menganjurkan manusia agar
dinamis sehingga kebudayaan selalu berkembang. Pengalaman mengajarkan manusia
agar hal-hal yang berguna diambil dan terbuka terhadap kritik orang lain.
Manusia dituntut bersikap terbuka terhadap perubahan dan menerima hal yang
baru. Karena dengan demikian kebudayaan bisa maju dan berkembang. Sifat manusia
untuk menerima hal yang sekiranya bermanfaat bagi dirinya. Manusia juga tidak
menerima keadaan yang monoton dan membosankan. Sikap mau berubah ini memerlukan
sikap berfikir terbuka, dinamis, dan bersikap ingin tahu demi mencapai kemajuan
hidup.
Filsafat progressivisme mengakui kemampuan dalam
diri manusia. Kemampuan itu berupa bakat dan daya akalnya untuk memecahkan
segala persoalan yang menimpanya. Kemampuan itu berupa mengenali lingkungan,
mempelajari kegunaannya, dan menggunakannya untuk menghilangkan hambatan,
tantangan atau gangguan dari sekitarnya. Kemampuan itu juga untuk menyesuaian
diri terhadap situasi yang tidak menguntungkan atau untuk mengatasi problem hidupnya.
Progressivisme mengakui kemampuan dalam diri manusia
yang perlu dikembangkan dan tidak menerima begitu saja keadaan hidup. Manusia
adalah subyek yang utuh dan memiliki harkat yang mulia karena menggunakan akal
budinya untuk kelangsungan dan kemakmuran manusia.
Dalam pendidikan, aliran progressivisme menempatkan
siswa sebagai subyek yang merdeka dan bebas dari tekanan. Siswa berhak
berkembang sesuai dengan bakat dan minatnya. Kebebasan ini perlu dikembangkan
oleh guru agar kemampuannya yang masih terpendam dapat berkembang secara
maksimal. Orang dewasa tidak berhak memaksakan kehendaknya karena hal itu dapat
menyebabkan potensinya menjadi terhambat. Belajar yang disertai tekanan akan
mematikan daya berfikir. Jika hal itu terjadi maka pendidikan di sekolah akan
menemui kegagalan.
Pendidikan menurut aliran progressivisme haruslah
menciptakan suasana yang kondusif bagi perkembangan siswa. Siswa dilatih untuk
menggunakan akalnya melalui kegiatan yang membuat kecerdasannya berkembang
optimal. Guru hendaknya memberi motivasi dan dorongan sehingga terjadi
interaksi aktif antara siswa dengan lingkungannya. Baik itu dengan guru,
sekolah, masyarakat dan bahan ajarnya.
Sekolah yang baik adalah sekolah yang pengalaman
belajarnya berpadu dengan masyarakat.Karena siswa nantinya juga akan menjadi
warga masyarakat. Kekhasan dan keunikan yang menjadi ciri masyarakat hendaknya
tidak dihilangkan dalam pendidikan. Sekolah bukan hanya jembatan penyeberangan
pengetahuan dari guru ke siswa, namun juga sebagai pelestari nilai dan norma
masyarakat. Sehingga siswa tidak hanya berkembang keilmuwannya, namun juga segi
fisik dan psikisnya.
Filsafat progressivisme memandang kebudayaan adalah
hasil kreasi manusia yang selalu berubah menjadi maju. Pendidikan sebagai
sarana manusia untuk membangun kebudayaan hendaknya memberi ruang kebebasan
berfikir dan bereksplorasi untuk menemukan hal-hal yang baru. Kebudayaan akan
dibangun oleh manusia kreatif, unggul, mandiri, dan cerdas menghadapi tantangan
zaman. Pendidikan yang otoriter hanya akan menghasilkan keterkekangan pada
budaya lalu sehingga lama-lama akhirnya akan terlindas oleh waktu.
Progressivisme ingin guru memberlakukan siswa bukan
seperti seorang dewasa yang kecil. Guru hendaknya memperhatikan tahap
perkembangan intelektual siswanya. Sehingga campur tangan guru dalam
pembelajaran akan semakin berkurang seiring meningkatnya usia siswa. Kebebasan
yang diberikan juga berdasarkan tingkat perkembangan psikologis siswa.
2. Aliran Essensialisme
Aliran essensialisme merupakan aliran filsafat yang
menempatkan nilai-nilai yang stabil sebagai unsur pembentuk kebudayaan
masyarakat.Nilai-nilai ini perlu dilestarikan dalam pendidikan. Karena nilai
ini telah terbukti membuat tatanan
masyarakat menjadi teratur dan kokoh. Dunia dalam konsep essensialisme
memiliki tata nilai yang sempurna dan tanpa cela. Maka segala perbuatan manusia
harus sesuai dengan tatanan dunia terssebut.
Tujuan essensialisme adalah agar manusia menjadi
bahagia . Kebahagiaan ini diperoleh dari keselarasan manusia dengan alam sekitarnya.
Manusia tidak bisa hidup terpisah dengan alam sekitar. Apabila terjadi
ketidaksinkronan dengan alam, manusia menjadi gelisah, tidak damai dan tidak
bahagia.
Essensialisme terbentuk dari dua aliran filsafat,
yaitu idealisme dan realisme. Pandangan realisme mengenai alam dan dunia nyata,
sedangkan idealisme bersifat spiritual dan metafisika. Idealisme memandang
bahwa ruhani adalah kunci kesadaran tentang realitas,manusia tahu sesuatu
melalui ide yang bersifat ruhaniah. Sedangkan realisme memandang bahwa kita
mengerti realita melalui jasmani.
Dalam pandangan idealisme, kenyataan sama dengan
substansi ide-ide. Tuhan sebagai pencipta alam ini, merupakan jiwa yang mutlak
dan tak terbatas. Manusia berada dalam lingkaran kekuasaan Tuhan. Tuhan menguji
dan menyelidiki ide dan gagasannya, maka manusia bisa mendapatkan kebenaran
yang bersumber dari Tuhan sendiri.
Idealisme banyak menitikberatkan pada aku. Maka bila
manusia belajar, dia mulai dari akunya sendiri, kemudian memahami dunia luar,
atau dari mikrokosmos ke makrokosmos.
Realisme yang mendukung essensialisme disebut
realisme obyekif, memiliki konsep yang teratur tentang alam. Ilmu pengetahuan
dapat dipelajari berdasarkan cara-cara khusus. Sehingga kenyataan yang
sederhana dapat diterangkan menurut hukum alam. Idealisme obyektif memiliki
pandangan yang meliputi segala sesuatu. Idealisme berpendapat bahwa semua yang
ada ini adalah nyata.
3. Aliran Perennialisme
Aliran Perennialisme memandang
bahwa kebudayaan masa lalu memiliki keunggulan dan dirasa cukup ideal. Berbagai
krisis diyakini dapat diatasi dengan menggunakan kebudayaan ideal. Maka
pendidikan diarahkan pada kebudayaan masa lalu yang telah teruji dan tangguh.
Perennialisme menganggap kebudayaan pada masa sekarang perlu dikembalikan ke
masa lalu. Pendidikan adalah jalan kembali ke masa lalu.
Perennialisme memandang kepercayaan
kuno dan jaman pertengahan perlu terus dilestarikan sebagai dasar filsafat dan
pendidikan pada masa kini. Hal ini berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan
tersebut memiliki manfaat dan berguna bagi kehidupan sekarang ini.
Perennialisme berpendapat filsafat
pendidikan hendaknya mencari tujuan yang jelas dan tegas, agar siswa juga
bersikap demikian. Perennialisme adalah aliran filsafat yang memiliki susunan
dari hasil fikiran yang memungkinkan seseorang selalu bersikap tegas dan tidak
mudah goyah pendiriannya.
Dasar filsafat Perennialisme
berasal dari filsafat budaya memiliki dua cabang, yaitu Perennialisme theologis yang berada di bawah
kekuasaan gereja Katolik, khususnya ajaran Thomas Aquinas, dan Perennialisme
sekuler yang berasal dari ajaran Plato dan Aristoteles. Ajaran Thomas Aquinas
disesuaikan dengan keadaan masa sekarang, seperti pandangan bahwa perkembangan
ilmu cukup di mengerti dan disadari keberadaannya. Ilmu yang berkembang dari
fakta empiris dan ekperimen berada di bawah kedudukan metafisika. Manusia
memiliki akal yang dapat menerima fakta-fakta empiris maupn yang bersifat
kepercayaan atau bersendi agama.
Perennialisme memandang segala
sesuatu yang nyata dan dapat diketahui lewat panca indra kedudukannya berada di
bawah kepercayaan. Yang dinamakan
kebenaran adalah kecocokan antara akal fikiran dengan segala sesuatu yang
nyata. Sesuatu yang nyata ini memiliki prinsip keabadian. Maka perhatian
terhadap kebenaran pada dasarnya adalah perhatian terhadap hakikat dari
sesuatu. Ilmu adalah pengolahan dari akal secara terus menerus dan konsisten.
Perennialisme memandang filsafat
paling utama adalah ilmu metafisika. Metafisika memiliki kebenaran mutlak
asasi. Cara berfikirnya secara deduktif, bersifat self evidence universal dan
berada diatas hukum berfikir sendiri. Sedangkan sains menggunakan metode
induktif yang bersifat analisa empiris sehingga kebenarannya bersifat mungkin
dan tidak mutlak.
Siswa menurut perennialisme diharapkan
mengetahui dan berinovasi membuat karya nyata sebagai modal dasar untuk
mengembangkan disiplin mental. Karya yang menonjol dari ilmuwan terdahulu bisa
menjadi contoh , karena memberi pencerahan pada jaman dulu. Dengan mengetahui
buah karya dan hasil buah pemikiran ilmuwan tersebut, siswa diharapkan
mengetahui kejadian apa yang terjadi sehingga menjadi obyek penelitian ilmuwan
jaman dulu. Hasil buah pemikiran itu dapat berguna bagi diri sendiri dan
dijadikan referensi pada jaman sekarang.
Tugas pendidik adalah menyiapkan
akal budi siswa agar mencapai titik tertinggi yang bisa diraih. Akal yang telah
terlatih memahami masalah dan menyelesaikannya dapat mengembangkan suatu konsep atau teori. Agar
hal tersebut bisa dicapai, guru memberi pendidikan dan pengetahuan. Pengetahuan
itu adalah jembatan agar akal siswa bisa berkembang maksimal seperti para tokoh
ilmuwan terkenal jaman dulu.
Pada pendidikan tingkat dasar
dengan mengajarkan pengetahuan dasar seperti membaca, menulis dan berhitung .
Dengan kemampuan itu, siswa memperoleh dasar untuk menimba ilmu berbagi macam
pengetahuan. Sedangkan pada pendidikan tingkat tinggi, ilmu harus bersendikan
filsafat metafisika, yaitu filsafat yang bersumber cinta pengetahuan dari
Tuhan.
Nilai-nilai menurut pandangan
perennialisme harus berasaskan universal yang abadi. Manusia sebagai subyek
dalam bertindak, telah memiliki potensi dan kecenderungan ke arah kebaikan dan
keburukan. Tindakan baik adalah yang selaras dengan fikiran manusia. Kebaikan
paling utama adalah dekat dengan Tuhan, sedangkan berfikir rasional berada satu
tingkat di bawahnya.
Pendidikan yang sesuai dengan
pemikiran perennialisme haruslah memperhatikan kodrat dasar manusia. Manusia
memiliki potensi berupa akal, nafsu dan kemauan yang harus dibina dan diarahkan
terjadi keselarasan antara nilai dan tindakan manusia.
4. Aliran Rekonstruksionisme
Aliran ini ingin merubah tata
kehidupan lama menjadi tata kehidupan modern
yang lebih baik. Rekonstruksionisme memandang kebudayaan sekarang adalah
tidak bisa dijadikan tat nilai lagi, karena itu perlu kesepakatan seluruh
manusia mengenai tujuan utama dalam kehidupan manusia.
Aliran Rekonstruksionisme hampir
sama dengan aliran perennialisme, yaitu ketidakharmonisan keadaan sekarang
sehingga menimbulkan kehancuran, kebimbangan, kebingungan dalam masyarakat.
Bedanya perennialisme ingin kembali ke kebudayaan lama yang dianggap telah
ideal, sedangkan rekonstruksionisme ingin membangun tata kelola kehidupan baru
sesuai dengan keinginan umat manusia.
Aliran Rekonstruksionisme memandang
alam memiliki dua sumber, yaitu halikat materi dan hakikat rohani. Hakikat
materi dapat ditangkap melalui panca indra manusia, hakikat rohani ditangkap
melalui akal dan perasaan manuisa. Dibalik kenyataan alam ini ada hukum sebab
akibat. Sebab yang utama adalah yang mengerakkan segala sesuatu di alam, yaitu
Tuhan . Hal ini adalah bukti akan eksistensi Tuhan. Semua kenyataan di alam ini
adalah sebagai wujud dari kekuasaan Tuhan.
Kebenaran menurut aliran
rekonstruksionisme dapat dibuktikan dengan self evidence, yaitu bukti pada diri
sendiri, kenyataan dan eksistensinya. Kajian akan kebenaran menggunakan suatu
cara dan metode agar dapat menjadi pedoman menuju kebenaran yang sejati.
Rekonstruksionisme menerima nilai
berdasarkan kaidah supernatural, yaitu mengakui nilai natural universal.
Manusia pada hakikatnya adalah pancaran potensial dari Tuhan. Karenanya
pengertian mengenai baik dan buruk bisa dibedakan dengan jelas. Manusia yang
punya kecenderungan baik atau buruk akan bertindak sesuai dengan akal ataupun
hawa nafsunya.
Pendidikan menurut
Rekonstruksionisme ditujukan agar dapat merombak tata kehidupan lama dan
membangun tata kehidupan baru. Pembinaan daya intelektual dan spiritual kepada
para siswa dapat melahirkan generasi baru yang memiliki pemikiran modern. Merubah
dunia adalah kewajiban semua bangsa secara demokratis. Nilai yang benar dapat
diketahui siswa melalui pendidikan yang tepat.
[1]
Jalaluddin, Abdullah Idi. 1997.Manusia, Filsafat dan Pendidikan. Jakarta:Gaya
Media Pratama. hlm. 69
Comments
Post a Comment